Wednesday, July 06, 2005

 

Ada Apa Dengan BBM


-------------------------------------------
-------------------------------------------
Hari-hari belakangan ini kita emang lagi mengalami kesulitan dalam memperoleh bahan bakar minyak (BBM) nih. Dimana-mana orang rela ngantri berjam-jam untuk mendapatkan minyak tanah, bensin, maupun solar. Katanya pemerintah emang sengaja mengurangi pasokan BBM karena stok BBM kita tidak seaman biasanya gara2 Pertamina kesulitan uang kontan untuk membeli minyak dari luar negeri.

Kenapa kita harus beli minyak dari luar negeri? Ya karena jumlah produksi minyak kita emang kurang dari jumlah total kebutuhan masyarakat ditambah jumlah yang harus kita ekspor ke luar negeri sebagai komitmen kita sebagai anggota OPEC. Dahulu waktu jumlah produksi minyak kita lebih banyak dari kebutuhan sih kita kaga usah beli-beli BBM ke luar, tapi ya sekarang lain cerita, produksi minyak kita malahan turun di saat kebutuhan kita akan BBM meningkat.

Produksi minyak dalam negeri dihasilkan dari usaha eksploitasi minyak bumi yang dilakukan oleh Pertamina dan beberapa kontraktor bagi hasil (KPS/Kontraktor Production Sharing). Kontraktor bagi hasil nomor wahid di Indonesia ya so pasti perusahaan yang kita kenal dengan nama Caltex, dewasa ini KPS ini menghasilkan setengah dari total jumlah produksi minyak di Indonesia. Setiap KPS mempunyai komitmen dengan pemerintah untuk memproduksi sejumlah barel tertentu setiap hari. Semua ongkos eksplorasi dan eksploitasi beserta pendukungnya ditanggung oleh pemerintah. Sementara minyak bumi yang dihasilkan akan dibagi diantara pemerintah dan KPS dengan perbandingan tertentu, biasanya 85 :15 (85% pemerintah, 15% KPS), dengan perkecualian beberapa daerah eksploitasi minyak yang menurut pertimbangan pemerintah lebih riskan, pembagiannya bisa jadi 55 :45. Jatah KPS bebas dijual oleh KPS dengan harga pasar, bisa jual ke pemerintah maupun ke pihak lain. Sementara jatah pemerintah hampir semuanya atau kalau sekarang mungkin semuanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak masyarakat. Pemerintah akan memproses minyak bumi mentah itu dulu untuk dijadikan minyak tanah, bensin, solar, avtur, dan produk-produk olahan minyak bumi lainnya. Setelah itu hasil pemrosesan ini baru dikirim ke masyarakat, masyarakat harus beli tapi dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasar minyak bumi mentah ditambah biaya pemrosesan.

Jikalau produksi minyak dalam negeri kita bisa mencukupi kebutuhan kita, mungkin pemerintah ngga akan teriak-teriak mau naikin harga minyak segala macam. Ongkos produksi yang dikeluarkan untuk menghasilkan minyak per barel so pasti akan sangat-sangat kecil bila dibandingkan dengan harga pasar minyak bumi mentah per barel. Dengan menjual murah ke masyarakat pun pemerintah masih untung. Tetapi permasalahannya sekarang jumlah produksi minyak kita lebih kecil dari jumlah kebutuhan kita, sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah terpaksa membeli minyak dengan harga pasar, kemudian menjualnya dengan harga murah seperti kondisi waktu kita ngga usah beli minyak ke luar. Jadi istilahnya untuk bagian minyak yang dibeli dari luar itu, pemerintah nombokin duit atau memberikan subsidi untuk menyediakan minyak kepada masyarakat, karena ya jual rugi itu. Keadaan menjadi bertambah buruk dengan meroketnya harga minyak mentah di pasaran internasional sampai menyentuh angka 60 USD per barel. Sebagai bahan pengetahuan untuk anda, 1 barel sama dengan sekitar 160 liter. Dengan harga minyak mentah 60 USD per barel, per liter-nya hanya biar impas atau ngga nombokin harusnya dijual dengan harga 3750 rupiah ditambah biaya pengiriman minyak ditambah biaya pemrosesan tergantung jenis hasilnya, ya mungkin rata-rata jadi-jadinya 4500 rupiah. Ya ini mah harganya bensin Pertamax ya, kalau jual minyak tanah, bensin, dan solar mah pemerintah pasti nombokin. Nah si pemerintah tentunya kaga mau defisit keuangan-nya bertambah besar gara-gara harus bayar subsidi ini. Emang sih di awal tahun anggaran pemerintah udah mengalokasikan anggaran untuk subsidi BBM dengan asumsi jumlah minyak yang harus dibeli dari luar w barel dari kebutuhan x barel dan harga minyak y USD per barel, tapi dengan meroketnya harga minyak di pasaran internasional saat ini yang jauh lebih tinggi dari y USD, dengan kebutuhan yang sama x barel, tentunya so pasti anggaran ini menggembung.

Nah emang deh sekarang ada 2 pilihan untuk mengatasi masalah ini, genjot produksi minyak dalam negeri agar bisa memenuhi seluruh kebutuhan BBM, atau berhemat menggunakan BBM. Genjot produksi minyak kayanya sih agak susah dilakukan dalam waktu dekat, lapangan-lapangan minyak besar kita sekarang sebagian besar sudah dalam fase decline setelah melewati fase plateau. Fase plateau adalah fase ketika produksi minyak dari lapangan-lapangan tersebut sedang pada puncak-puncaknya dan meningkat terus, fase decline adalah fase ketika produksi minyak turun karena memang kondisi lapangannya tidak mampu lagi memproduksi secara optimal. Ekplorasi lapangan baru sedang giat-giatnya juga dilakukan oleh kontraktor-kontraktor bagi hasil, tetapi hampir seluruh lapangan yang baru ditemukan saat ini merupakan lapangan penghasil gas bumi.

Solusi satu lagi ya berhemat menggunakan BBM. Ya marilah kita menghemat, misalnya menghemat penggunaan listrik yang notabene beberapa pembangkit listrik digerakkan dengan menggunakan BBM, kalo punya kendaraan ya menghemat penggunaan kendaraan, kalo mobil pagi2 masih sejuk ya AC-nya ngga usah dihidupin, atau kalo bisa barengan ke kantornya sama istri atau anggota keluarga lainnya, ya barengan sajalah, daripada bawa mobil masing-masing satu, tentunya khan pasti lebih hemat BBM. Atau memilih untuk menggunakan angkutan umum daripada menggunakan kendaraan pribadi. Saya rela kok kalo tiap hari kerja berangkat dan pulang kantor naik bus dan ninggalin mobil pribadi kesayangan saya di rumah asal bus-nya aman, nyaman, dan bebas macet, ya seperti busway-lah. Mangkanya buat pemerintah kalo boleh usul gimana kalo diperbanyak tuh angkutan-angkutan umum yang aman, nyaman, dan bebas macet. Ini cuman saran lho, terserah mo diikutin apa kaga.

This page is powered by Blogger. Isn't yours?